Surabaya – Fajar Nusantara News, Dialog terbuka yang di hadiri dari kalangan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) universitas Dr. Soetomo Surabaya dan juga dihadiri oleh tamu undangan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) kota Surabaya Yona Bagus Widyatmoko, R.Hariadi Nugroho, dan Anas Karno juga Suprayitno selaku Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya dan Novli Bernado Thysen selalu Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) kota Surabaya.
Ditemui di sela kegiatan, Helvin Rosiyanda Putra, Presiden BEM Unitomo mengatakan kegiatan ini menjadi refrensi menarik bagi peserta yang sebagian besar masih pemilih pemula. “Apalagi fenomenanya di Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada saat ini banyak dijumpai pasangan calon dihadapkan dengan kolom kosong”, ujarnya.
Lebih lanjut Helvin mengharapkan usai kegiatan ini teman-teman mahasiswa memiliki refrensi literasi demokrasi yang matang. “Dengan demikian kita jadi semakin memahami bagaimana sebaiknya demokrasi di Indonesia ini harus dijalankan”, pungkasnya.
Dialog Terbuka Demokrasi Pancasila. Bertempat di Auditorium Ki Moh. Saleh Kampus Unitomo, kegiatan ini mengangkat tema “Demokrasi Tanpa Seleksi Pemilihan Tanpa Pilihan – Kontroversial Yuridis Problematik Kedudukan Hukum Kolom Kosong di Dalam Surat Suara”. Jum’at (15/11/2024).
Rekayasa “calon tunggal” merusak esensi demokrasi pilkada. Layak dilawan dengan “kotak kosong” memilih pasangan calon yang tersedia atau memilih “kotak kosong” Kotak kosong ini tidak hanya sekadar opsi tambahan, tetapi memiliki makna politis yang penting, memberikan peluang kepada pemilih untuk menolak calon tunggal yang ada. Jika suara untuk kotak kosong melebihi suara untuk pasangan calon, maka Pilkada akan diulang, memberi kesempatan bagi calon-calon lain untuk maju dalam pemilihan ulang
Dalam konteks pelaksanaan hak pilih, demokrasi tidak hanya memberikan hak untuk memilih calon, tetapi juga hak untuk tidak memilih atau menolak calon yang dianggap tidak layak, termasuk melalui fenomena melawan kotak kosong yang belakangan semakin banyak terjadi.
Sebagai lembaga independen, KPU seharusnya menjadi benteng terakhir yang melindungi demokrasi dari intervensi dan manipulasi politik. Namun, pertanyaan yang mendesak adalah apakah KPU mampu berdiri tegak, menegaskan integritasnya, dan mengambil keputusan yang benar-benar mencerminkan kepentingan rakyat, bukan sekadar kepentingan politik sempit yang berpotensi merusak fondasi demokrasi bangsa ini.
Dalam Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945
Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UndangUndang Dasar.
Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis Pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945 Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. (Toha)